KE INSTAGRAM KAMI YUK BANYAK KONTEN MENARIK?
Kala membaca kitab babon Kerajaan Majapahit yaitu Desawarnana yang lebih dikenal khalayak umum sebagai Kitab Nagarakrtagama. Ketertarikan bermula saat perjalanan raja besar Majapahit ke Blitar Raya mulai dari lereng dselatan Gunung Kelud yaitu Candi Palah (Panataran), Balitar, Lodaya hingga pantai selatan Blitar. Kunjungannya hingga berulang-ulang hingga empat kali pasti ada maksud tertentu.
Dapat diakui uraian yang disusun oleh Pu Prapanca dalam kunjungan raja Majapahit menuju selatan istana kerajaan yakni ke Blitar Raya sampai laut selatan Pulau Jawa tidak menyertai Raja Hayam Wuruk. Berbeda dengan perjalanan raja yang bergelar Rajasanagara ke timur menuju Lumajang, Pu Prapaca secara detail mencatat setiap tempat yang di lalui.
Pada awalnya menentukan situs-situs bersejarah di Blitar Raya yang tercatat hingga empat kali di Desawarnana/ Nagarakrtagama mengalami kesulitan dalam menentukan keberadaannya. Nama Balitar di sebutkan sebelum Silahrit dan sesudah Palah (Panataran) saat kunjungan pertama. Perjalanan ketiga, rombongan Hayam Wuruk sebelum menuju Balitar berhenti di Manguri setelah dari Lwang Wentar dan dari Balitar, Jimbe di sebutkan. Catatan bergeser kembali dari Balitar telah tiba di Lodaya, Simping, hingga pantai selatan.
Penempatan Balitar semula di tempatkan jauh dari Lwang Wentar (Candi Sawentara) maupun dari Silahrit. Setelah cukup lama berhasil mengetahui arti nama Balitar, Silahrit, kedudukan Jimbe dan kalimat “Manguri" akhirnya titik lokasi perjalanan Hayam Wuruk dapat diketahui secara tepat pada masa sekarang. Baik kunjungan ke dua ke Segera Kidul melewati Hutan Lodaya maupun perjalanan terakhir dalam rangka meresmikan Candi Simping dapat diketahui berkat uraian perjalanan pertama dan ketiga.
Masalah belum selesai ketika menentukan keletakan pantai selatan pada perjalanan kedua maupun ketiga ke Lodaya. Berkat uraian cerita Panji dan pengamatan berulang-ulang relief di Teras Pendopo II Candi Penataran, keletakan pantai berhasil terpecahkan. Keberadaannya tidak jauh dari tempat yang di datangi raja Majapahit.
Seluruh rangkaian penelusuran perjalanan Hayam Wuruk di utara Sungai Brantas dan di wilayah Lodaya mendapat bantuan dari teman-teman komunitas sejarah di Blitar Raya. Secara khusus ucapan banyak berterimakasih kepada “BALETAR” (Barisan Pelestari Sejarah Blitar) komunitas sejarah yang sudah fakum beberapa tahun yang lalu. D’Travellers mulai generasi pertama hingga terkini. Perhimbunan Komunitas Sejarah Blitar (PETAS SETAR) serta teman-teman dari luar kota Blitar yang sering sharing dan berbagi tentang keberadaan situs-situs bersejarah. Mulai dari peninggalan sejarah kerajaan bercorak Hindhu-Budhha, berkembangnya kerajaan Islam, hingga masa kolonial Bangsa Eropa yang ada di Blitar Raya.[]
Ferry Riyandika, S. Pd lahir di Kota Blitar pada tanggal 07 Februari 1988. Pendidikan terakhir S1 Jurusan Pendidikan Sejarah di Universitas Negeri Malang pada tahun 2011 dengan skripsi “Fungsi Keagamaan Situs Sirahkencong Abad XII-XV Masehi (Kontribusi Terhadap Pendidikan Sejarah Berskala Lokal).
Adapun pengalaman yang pernah dilakukan pada tahun 2010 menjadi pendamping nara sumber teknis di Museum Mpu Purwa Malang dalam “Anugerah Wisata Nusantara 2010 (AWN)”, Pada tahun yang sama menjadi pendamping narasumber di Candi Sanggrahan dalam acara Lawatan Sejarah (LASER) di Tulungagung. Ikut serta membantu Absklat Prasasti se Blitar Raya kerjasama PUSKLITARKENAS dengan EFFEO pada tahun 2012. Pada tahun 2018 Sebagai narasumber “Open Trip Perjalanan Hayam Wuruk di Blitar”. Pada tahun 2018 ikut serta dalam tim penyusunan PPKD (Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah) Kabupaten Blitar Provinsi Jawa Timur. Pada tahun 2023 kembali lagi menjadi narasumber Open Trip ke 2 dalam “Perjalanan Hayam Wuruk ke Blitar”.
Karya Tulis yang pernah dihasilkan diantaranya a). “Situs Petilasan Ken Arok Menyingkap Fakta di Balik Batu & Daun”. Majalah Elektronik (e-Magazine) BALITAR. Edisi I. Tahun 2012. b).“Mengungkap Sisi Lain Hari Jadi Blitar”. Majalah Elektronik (e-Magazine) BALITAR. Edisi II Khusus. Tahun 2012. c). “Candi Selotumpuk” dalam Majalah Panji Menegakkan Kedaulatan dengan Budaya. Edisi Maret 2014. d). “Pesan Moral Pada Relief Kura-Kura Dan Naga Di Candi Sumberjati” dalam Membangun Peradaban dari Sebuah Reruntuhan Bunga Rampai Candi Simping. Tahun 2018. e). “Poso dan Budaya Nyekar Dalam Ramadan” dalam Kolom Ramadhan, Jawa Post, 3 Juni 2019. f). “Refleksi Wabah Dalam Ramadan” dalam Kolom Ramadhan, Jawa Post, 5 Mei 2020. g). “Raden Mas Toemenggung Arjo Soerjo Sang Pemersatu Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia”, dalam Engkau Pahlawanku tahun 2020. h). “Wanaprastha Titik Balik Airlangga Menyatukan Kerajaan”, dalam Garudamuka 1000 Tahun Garudamukha Lanchana di Bumi Lamongan, tahun 2021.