KE INSTAGRAM KAMI YUK BANYAK KONTEN MENARIK?
Oleh: Rodiah, S.Pd.I & Zuriana, S.Pd.I
Diposting pada: Senin, 25 Oktober 2021
Penggunaan media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan remaja saat ini di Indonesia, baik di kota maupun di desa. Media sosial telah menjadi salah satu fenomena yang mendominasi kehidupan remaja di seluruh dunia. Remaja mana yang saat ini tidak memiliki media sosial?
Adanya perkembangan internet dan teknologi di Indonesia, memudahkan remaja memiliki akun media sosial, seperti di Facebook, Tiktok Instagram, dan WhatsApp. Remaja menghabiskan waktu untuk berinteraksi dalam jaringan (daring) melalui platform media sosial tersebut. Studi dilaksanakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menemukan bahwa 98 persen dari anak-anak dan remaja tahu tentang internet dan 79,5 persen diantaranya adalah pengguna internet (Kominfo, 2024).
Media sosial datang dengan dampak positif dan negatif. Dampak positif dan negatif ini akan dirasakan tergantung bagaimana penggunanya menggunakan dan merespon akan hal tersebut. Penggunaan media sosial sangat memengaruhi kehidupan remaja di dunia nyata. Konten yang dicari dan ditonton oleh remaja di media sosial berpengaruh terhadap pola pikir dan tingkah laku mereka sehari-hari.
Media sosial memiliki pengaruh besar terhadap perilaku seseorang, terutama remaja. Saat ini banyak pelanggaran moral yang dilakukan oleh remaja dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dipengaruhi kematangan dan pemikiran remaja dalam “mencerna” berbagai informasi dan konten yang dilihat, dibaca, ditonton dan ditemukan setiap mengakses media sosial. Jika kematangan berpikir remaja saat ini cukup rendah bahkan sangat memprihatinkan, besar kemungkinan media sosial akan menyebabkan pengaruh negatif terhadap moral remaja. Media sosial yang seharusnya menjadi wadah untuk menambah ilmu dan berbagai pengetahuan yang positif, namun berganti menjadi media asusila.
Kemungkinan cukup vulgar dengan istilah “media asusila”, tetapi memang seperti itu kenyataannya. Remaja putri yang berpakaian serba terbuka karena melihat influencer yang notabene telah dewasa dan berpakaian serba ‘minim’ di media sosial. Remaja putra yang melakukan adegan dewasa dengan sesama teman sebayanya, bermula dari menonton video tersebut di media sosial. Remaja yang menganggap pacaran adalah keharusan karena konten-konten berpacaran bertebaran bebas di media sosial. Mereka tak lagi sungkan, malu dan takut untuk berpelukan, ciuman bahkan berhubungan intim dan perbuatan keji tersebut divideokan oleh temannya. Mereka saling kirim link dan video tak senonoh melalui media sosial dan ditonton beramai-ramai bersama teman-temannya. Naudzubillahi min dzalik.
Sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa kehadiran media sosial tidak salah, tetapi pengguna media sosial yang salah karena tidak bijak dalam memilih konten yang dilihat dan akun yang diikuti. Namun, sebagian kecil masyarakat berpendapat bahwa tidak selamanya pengguna media sosial yang salah, kehadiran media sosial tanpa aturan dan pengelolaan yang kurang tepat juga menjadi ancaman besar bagi kehidupan masyarakat, khususnya remaja. Namun, saat kita mempertanyakan hal ini terus menerus dan berakhir dengan perdebatan yang tak jelas tanpa ada solusi, justru semakin memperkeruh suasana.
Solusi yang sangat dekat dengan masyarakat, yakni berawal dari pendidikan dan pengawasan oleh orang tua di rumah. Orang tua harus dan mau beradaptasi dengan perkembangan media sosial. Sebelum memberikan gawai ke anak, orang tua harus punya gawai terlebih dahulu dan paham cara menggunakannya. Tak hanya itu, orang tua juga harus mampu mengakses media sosial, sehingga dapat memahami apa yang terjadi di media sosial, sehingga dapat mengawasi anak saat mengakses media sosial. Oleh karena itu, menjadi orang tua zaman sekarang harus lebih update dibandingkan anak, agar fungsi media sosial yang seharusnya menjadi wadah kemajuan bangsa tidak berganti menjadi media asusila yang justru menjadi wadah bencana bangsa.
Solusi lain yaitu, sekolah harus menyelenggarakan Pendidikan Agama Islam secara teratur, serius dan komprehensif. Dengan Pendidikan Agama dapat menjadi landasan yang kuat untuk setiap manusia dan dengan Pendidikan Agama manusia dapat terus berusaha dan berupaya untuk dirinya selalu melakukan semua hal baik, pendidik harus memiliki keterampilan dan kemampuan yang baik untuk mengakses teknologi informasi dan komunikasi, seperti jejaring sosial, sehingga pengajar dapat memberikan pemantauan, orientasi dan pengajaran sebagai upaya untuk memberikan pemahaman siswa yang lengkap. Komunikasi dan kerja sama antara pihak sekolah dengan orang tua harus dilakukan agar distribusi hak pemantauan dan tindak lanjut hubungan baik antara orang tua dan sekolah terjalin dengan semestinya, sehingga perilaku siswa dapat dimonitor, dikendalikan dan didorong untuk penggunaan media sosial yang berdampak positif (Desrianti dkk, 2021).
Orang tua juga harus tega “menghukum” anak jika melanggar norma dan berbuat tindakan asusila. Orang tua jangan langsung marah ke guru jika anaknya didisiplinkan oleh guru saat melakukan kesalahan. Memanjakan anak berlebihan dapat berakibat fatal dan berpotensi anak bertindak sesuai kemauannya tanpa berpikir risiko yang akan terjadi.