KE INSTAGRAM KAMI YUK BANYAK KONTEN MENARIK?
Oleh: Zuriana, S.Pd.I & Rodiah, S.Pd.I
Diposting pada: Rabu, 25 Oktober 2023
Zaman semakin berkembang. Perubahan selalu saja ada di setiap sisi kehidupan, terutama di bidang teknologi. Perangkat digital seperti gadget semakin canggih inovasinya, media sosial menjamur, informasi dengan cepat menyebar dari satu wilayah ke wilayah lain, bahkan dari satu negara ke negara lain.
Kecanggihan teknologi diciptakan untuk membantu kehidupan manusia menjadi lebih mudah. Gadget dibuat untuk mempermudah interaksi atau komunikasi jarak jauh. Internet diciptakan untuk mendukung kebutuhan penggunaan gadget. Media sosial dibuat untuk mempermudah orang-orang saling berkenalan dan berinteraksi dengan manusia dari berbagai negara. Namun, masih banyak individu yang belum siap menggunakan kecanggihan teknologi dengan bijaksana. Tak sedikit yang menggunakannya untuk hal-hal negatif.
Adapun individu yang dimaksud tidak hanya orang dewasa, tetapi juga remaja bahkan anak-anak. Sangat miris melihat fenomena di masyarakat, anak-anak yang masih sekolah dasar telah aktif menggunakan gadget, baik itu milik orang tua maupun miliknya sendiri karena dibelikan oleh orang tua. Ironinya lagi, anak-anak tersebut telah aktif mengakses media sosial, seperti Facebook, TikTok, WhatsApp, Instagram dan Youtube.
Anak-anak dan remaja saat ini dengan bebas mengakses media sosial, tanpa pengawasan dari orang tua. Akibatnya, anak-anak dan remaja lebih suka pamer diri di media sosial dibandingkan menciptakan prestasi sejak dini. Anak-anak dan remaja yang menjadi pengguna media sosial tanpa pengawasan orang tua, cenderung ‘mengonsumsi’ konten negatif. Anak-anak atau remaja perempuan lebih tertarik untuk berpakaian sexy dan berdandan tidak sesuai umur. Lalu mereka bangga saat memposting foto mereka ke media sosial. Mengapa anak-anak dan remaja perempuan bertingkah seperti itu? Karena mereka melihat konten orang dewasa di media sosial yang berpenampilan dan bersikap seperti itu dan anak-anak/remaja ini menganggap hal itu suatu hal yang keren dan patut ditiru.
Berbeda pula dengan anak-anak atau remaja laki-laki. Untuk penampilan, mereka tidak terlalu mengikuti tren, meskipun sebagian kecil peduli dengan tren saat ini. Sebagian besar anak-anak atau remaja laki-laki banyak terjebak dalam lingkaran ‘adu otot’. Mereka menganggap menjadi jagoan adalah suatu pencapaian yang hebat, sehingga untuk mendapatkan pencapaian tersebut, mereka melakukan apa saja, termasuk membully teman atau orang lain. Biasanya, pelaku bullying ini memiliki lingkaran pertemanan atau geng yang mendukung pelaku untuk melakukan tindakan tersebut. Lalu dengan bangga mereka merekam aksi keji itu dan mengunggahnya di media sosial.
Sungguh menyedihkan kondisi generasi bangsa ini. Sangat sedikit anak-anak dan remaja yang masih bertingkah laku sesuai usia dan memiliki prestasi membanggakan. Namun, lebih banyak ditemui anak-anak dan remaja yang banyak gaya alias pamer diri, tetapi nihil prestasi. Entah kecanggihan yang memperbodoh generasi atau generasi yang memperbodoh diri sendiri?
Jika berbicara hal-hal di atas, kembali lagi kepada pola asuh dan peran dari orang tua. Terkadang, orang tua tidak mampu memberikan contoh perilaku baik kepada anak, sehingga anak dengan mudah melakukan perbuatan buruk, ditambah lagi didukung lingkungan sosial yang juga buruk.
Apabila fenomena pamer diri lebih diminati dari pada berprestasi sejak diri, besar peluang menciptakan ‘generasi kosong’ di masa depan. Kenapa dikatakan ‘generasi kosong’? karena secara kuantitas, mereka banyak. Namun secara kualitas, mereka nihil. Kecerdasan akademik tak punya, keahlian lain tak dimiliki, yang bisa mereka lakukan hanya pamer diri dalam konteks negatif.
Semoga para orang tua lebih membuka mata dan peduli kepada anak-anak mereka, sehingga sesibuk apapun orang tua, tetap memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak demi kebaikan masa depan anak. Semoga para guru juga mampu menanamkan pada anak-anak bahwa belajar adalah hal yang menyenangkan dan berprestasi menjadikan kita orang yang bermanfaat.
Memiliki prestasi sangat membanggakan dan membuat diri bermanfaat, meskipun jalan yang ditempuh berliku-liku dan menyakitkan. Pamer diri itu sangat mudah dilakukan, namun berdampak negatif pada jati diri.